Pengantar

Memberitakan Injil adalah panggilan semua orang Kristen. Remaja pun ikut mengembannya. Panggilan ini bermula dari perintah Yesus sendiri kepada para murid yang kemudian dilanjutkan kepada kita (Matius 28: 16-20). Bila dirunut, panggilan ini mengandung tiga pokok. Pertama, menjadikan semua bangsa murid Dia (ayat 19). Kedua, membaptis dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (ayat 19). Ketiga, mengajar mereka melakukan segala sesuatu (ayat 20). Bila merujuk pada tradisi gereja, remaja bisa mengemban pokok pertama dan ketiga, sedangkan pokok kedua cenderung dilakukan oleh Pendeta.

Pokok pertama dan ketiga dalam memberitakan Injil dilakukan sepanjang hayat dan di manapun remaja berada. Remaja tidak bisa berdalih melakukannya hanya di gereja saja, lalu di sekolah dan keluarga tidak. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Bertitik pada kondisi ini, pertanyaan reflektif yang bisa diajukan yaitu bagaimana remaja melakukannya. Saya menimbang jalan memberitakan Injil yang bisa dipraktikkan remaja yaitu keteladanan. Keteladanan itu melampaui kata-kata. Kenapa demikian? Orang bisa bersembunyi di balik kata-kata, tanpa melakukan tindakan sehingga membuatnya menjadi munafik. Keteladanan berbicara tentang keselarasan kata dan tindakan. Keteladanan juga menyatakan sebuah contoh berkata-kata dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

Keteladanan bukan hanya dibangun dan dilakukan secara moral manusia sebagaimana karakter dan usaha manusia belaka, melainkan keterarahan pada nasihat dan apa yang dilakukan Kristus. 1 Korintus 11:1, sebagaimana tertulis, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.” (TB LAI) mengingatkan kita terkait hal itu. Kata kunci di teks itu yakni pengikut. Pengikut di sini jelas diiringi dengan meneladani yang diikuti. Kalau yang diikuti jelek, jelas pengikut tidak melakukannya. Mungkin, petunjuk keteladanan di 1 Korintus 11:1 akan lebih jelas di versi Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK) sebagaimana tertulis, “Ikutlah teladan saya, seperti saya pun mengikuti teladan Kristus.” Dari versi BIMK itu, arah keteladanan menjadi jelas mengarah pada Kristus sebagai sumber utama lalu remaja bertindak memberikan teladan mengacu pada teladan itu. Bagaimana wujud keteladanan yang bisa dilakukan remaja? Saya menimbang setidaknya tiga wilayah yang bisa dirambah yaitu keluarga, sekolah, gereja atau komunitas iman lainnya.

Keteladanan di Keluarga

Keteladanan di Keluarga merupakan tempat pertama remaja bertumbuh. Ia bertemu dengan orang tua dan memperoleh pendidikan utama dan pertama dari mereka. Nilai Kristiani pertama dikenalkan orang tua. Sebagai pendidik nilai, orang tua tentu tidak sempurna. Mereka memiliki kelemahan. Hal ini memberi ruang kepada remaja memberi keteladanan. Remaja bisa menunjukkan betapa dalam ketaatan mereka kepada Tuhan di kehidupan. Remaja berkata jujur dan tetap menghormati orang tua meskipun mereka tidak sempurna. Kedua sikap ini dilakukan karena remaja meneladani Kristus, bukan atas dasar usahanya dan memenuhi moralitas. Bila hal itu dilakukan terusmenerus, perlahan dan pasti, orang tua bisa belajar dari remaja. Dalam proses belajar ini, orang tua juga belajar nilai kerendahan hati yang bersedia mengakui, menghargai, dan meneladani remaja.

Dalam keluarga, relasi remaja tidak hanya terkait dengan orang tua. Remaja juga bisa berinteraksi dengan saudara yang ada di sana. Antar saudara kerap terjadi persaingan dan pertikaian bila pola pendidikan di keluarga diwarnai dengan saling membandingkan. Persoalannya, apakah kondisi ini akan terus terjadi? Saya menilai pemulihan harus terjadi. Remaja bisa memberikan keteladanan antar saudara dengan kasih yang mengampuni dan berkorban. Bila diperluas, kasih bisa mengacu pada 1 Korintus 13: 4-7 sebagaimana tertulis, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (TB-LAI).” Indikator kasih yang ditampilkan di teks tersebut bisa menjadi inspirasi sikap remaja dalam keluarga. Bila dipraktikkan, kasih bisa membawa dampak yang besar.

Keteladanan di Sekolah

Sekolah bukan tempat asing bagi remaja. Hampir sebagian besar harinya dilalui di sekolah. Di sana, ia bisa belajar dan berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Interaksi remaja dengan guru dilakukan dengan cara remaja memberi teladan memberi hormat dan bekerja sama dengan guru dalam segenap proses pendidikan yang sedang berlangsung. Hormat di sini tentu berbicara tentang adanya pemahaman bahwa guru merupakan orang tua remaja di sekolah. Sebagai orang tua, guru memberikan pendampingan dan arahan pada remaja guna pembentukan diri dan kemampuan yang handal. Bekerja sama di sini bermakna bukan menghalalkan segala cara agar tujuan dan hasil pembelajaran bisa optimum, melainkan bahu membahu mencari kebenaran ilmu pengetahuan melalui penelitian dan praktikum dan kehendak Tuhan dalam kehidupan melalui penggalian dan penafsiran Alkitab dan ajaran kekristenan.

Interaksi remaja dengan teman-temannya di sekolah biasa diuji ketika ulangan atau penilaian. Mereka bisa saja bekerja sama dalam hal contek-menyontek. Apakah hal ini benar dari segi iman Kristen? Jelas, jawabannya tidak. Contek-menyontek tidak membuat orang bertumbuh dan berkembang dari proses persiapan sebelum ujian dan belajar harian. Persiapan dan belajar membuat remaja menghargai proses pendidikan dan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan masa kini dan mendatang. Bagaimanapun, tujuan pendidikan ialah mempersiapkan remaja mampu menghadapi tantangan dan berdayaguna di masa kini dan masa depan. Bagi saya, tujuan ini yang perlu diketahui dan dipraktikkan remaja di sekolah.

Keteladanan di Gereja atau Komunitas Iman Lainnya

Di gereja atau komunitas iman lainnya, remaja kerap dipandang sebelah mata karena kelabilan dan belum sepenuhnya mandiri. Bahkan, remaja sering dianggap generasi penerus masa depan bukan masa kini. Bagi saya, anggapan demikian kurang tepat. Remaja merupakan generasi masa kini dan tetap bisa berkarya dalam kehidupan bergereja dan komunitas iman lainnya. Karya di sini bisa berupa pelayanan yang dilakukan remaja, contohnya bermain musik, mengajar sekolah minggu, atau pandu puji. Karya pun dapat diperluas tidak sebatas apa yang dilakukan remaja, melainkan lebih berupa sikap hidup yang ditampilkan. Saya menimbang karya turut berhubungan dengan keteladanan. Bagaimana landasannya? Dalam konteks gereja atau komunitas iman, 1 Timotius 4:12 mengingatkan remaja terkait keteladanan, sebagaimana tertulis, “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orangorang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu (TB-LAI).” Dari ayat tersebut, keteladanan yang bisa dilakukan remaja menyentuh wilayah perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesucian. Apabila remaja bersedia melakukannya, wilayah ini bisa sangat berdampak dalam gereja atau komunitas iman lainnya. Setidaknya, gereja atau komunitas iman lainnya bisa menjadi semakin bertumbuh dalam ketaatan pada Kristus.

Penutup

Pemberitaan Injil bukan hanya berkenaan dengan berkhotbah mimbar semata, melainkan keteladanan yang dilakukan secara nyata di kehidupan. Keteladanan ini menjadi ruang terbuka bagi remaja. Sebagai generasi masa kini, remaja bisa memberikan keteladanan di wilayah yang bisa dirambahnya karena mereka berada dan berkarya di keluarga, sekolah, dan gereja atau komunitas iman lainnya. Bagi saya, keteladanan yang dilakukan remaja adalah keniscayaan dan segera dilakukan sebagaimana mengarah pada Kristus sebagai sumber tindakannya, bukan atas pemenuhan moralitas.