[ Penulis: Benedictus Leonardus]
Hari Reformasi Protestan diperingati setiap tanggal 31 Oktober. Reformasi yang dimulai pada abad 16 dipelopori oleh Marthin Luther agar gereja kembali kepada Alkitab. Sejak itu kita mengenal frasa “sola scriptura” hanya Alkitab. Frasa lain yaitu sola fide (hanya iman), sola gratia (hanya iman), solus Christus (hanya melalui Kristus).
Marthin Luther dan para reformator lainnya memperjuangkan agar Alkitab yang adalah Firman Allah memiliki otoritas tertinggi dan berwibawa dalam kehidupan gereja. Para reformator tidak membangun teologi, dogma, doktrin, ajaran baru tetapi bertumpu pada teologi dari bapa-bapa gereja berdasarkan kesaksian Alkitab secara utuh.
Kewibawaan Tertinggi
Sola scriptura di GKI diwujudkan dengan memberikan kewibawaan/otoritas tertinggi kepada Alkitab. Pengakuan Iman, Pasal 3, Tata Dasar, Tata Gereja GKI tercantum GKI mengakui imannya bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja (BPMS GKI, 2009: 22). Untuk memahami kedudukan Alkitab, sebagai jemaat GKI, kita dapat menghayati Pegangan Ajaran Mengenai Alkitab, Lampiran 5, Tata Gereja GKI, 345-349.
Apakah Alkitab masih relevan saat ini? GKI mengakui kebenaran dan kesaksian Alkitab melampaui batas-batas ruang dan waktu yang berlaku bagi kita dalam budaya dan sejarah kita, kini dan disini. Jelas Alkitab masih relevan hingga kini.
Kebenaran dan kesaksian Alkitab, yaitu kebenaran dan kesaksian sentralnya tentang Kristus dan Kerajaan-Nya, melampaui batas-batas ruang dan waktu. Kebenaran dan kesaksian Alkitab bukan hanya berlaku dalam budaya dan sejarah di mana ia dituliskan, tetapi berlaku juga bagi kita dalam budaya dan sejarah kita, kini dan disini (2009: 347).
Alkitab bukan sekedar buku biasa yang berisi pengalaman religi masa lalu seperti yang diyakini oleh sebagian orang tetapi merupakan wahyu/penyataan Allah (divine revelation). Allah menyatakan diri-Nya melalui Alkitab.
Alkitab berisikan kesaksian menyeluruh mengenai Allah yang menyatakan diri-Nya, kehendak-Nya serta karya penciptaan, pemeliharaan, penyelamatan, dan penggenapan-Nya kepada manusia dan dunia. Kesaksian Alkitab mengenai Allah ini cukup dan menjadi ukuran (kanon) bagi iman kita dan untuk menggumuli kehidupan iman kita dalam kesetiaan kepada-Nya. Kesaksian menyeluruh ini dipahami dan diajakan secara utuh (2009: 345)
Alkitab disebut pernyataan/wahyu Allah karena Roh Kudus berperan dalam mengilhami para penulis Alkitab. Allah menyatakan diri-Nya dalam Alkitab.
Alkitab ditulis dan disusun dengan kuasa dan bimbingan Roh Kudus, yang menyertai dan mengilhami para penulis dan penyusunnya. . . Dari sejarah tentang Alkitab kita mendapatkan informasi betapa rumit proses penulisan, pengumpulan, pelestarian kitab-kitab dalam Alkitab kita. Tidak dapat dibayangkan proses ini sebagai hasil dari perencanaan manusia saja. Karena itu kita percaya bahwa Roh Kudus berperan dalam hal ini (2009: 346, 347).
Bagaimana kita harus memahami Alkitab?
Alkitab harus dipahami sebagai satu kesatuan, terutama ketika kita berusaha mendalami bagian-bagiannya. Kita menyadari adanya bahaya pemahaman yang menyimpang dari maksud Alkitab sebenarnya bila bagian-bagian Alkitab dipahami seolah-olah berdiri sendiri, atau dilepaskan satu dari lainnya. Dengan begitu kita tidak boleh mengabaikan keutuhan Alkitab yang tersedia bagi kita dan mengabaikan Pusat yang menyatukannya yaitu Kristus (2009: 346).
Pemahaman yang benar mengenai isi Alkitab serta penghayatannya terjadi dengan bimbingan Roh Kudus (Yoh 16:15, II Pet. 1:20-21). Semua perlengkapan yang teruji untuk membantu kita memahami Alkitab patut diabdikan bagi pemahaman yang benar. Di dalamnya kita percaya Roh Kudus bekerja, bukan saja secara ajaib tetapi juga secara wajar (2009: 348).
Teologi Modern
Pernyataan Allah dalam Alkitab harus menjadi dasar bagi kita membangun teologi, doktrin, dogma, ajaran. Chan mengutip Carl F.H. Henry yang mengatakan, “The doctrine of the Bible control all other doctrines of the Christian faith.” (2014: 159). Fondasi untuk berteologi adalah Alkitab bukan semata-mata pengalaman kita atau mengandalkan intelektualitas kita. Teologi yang bersumber pada Alkitab – wahyu Allah yang mutlak ini disebut teologi ortodoksi. Di dalam perjalanannya hingga kini, kewibawaan Alkitab terus digugat karena dianggap tidak relevan. Alkitab perlu direvisi sesuai dengan perubahan zaman. Bagi teolog modern, Alkitab berisi catatan pengalaman religi manusia yang subyektif pada masanya sehingga tidak relevan lagi untuk masa kini. Ayat Alkitab yang relevan dengan kondisi saat ini – mereka terima, yang tidak relevan – mereka buang. Alkitab tidak mereka singkirkan sama sekali. Ayat Alkitab mereka tetap kutip tetapi hanya sebagian yang cocok dengan kebutuhan dan selera mereka.
Teologi modern yang sedang trend saat ini yaitu teologi trinitarian dan teologi religi. Kebangkitan teologi trinitarian untuk menggantikan doktrin Trinitas ortodoksi yang dianggap telah usang. By the end of the nineteenth century, the doctrine of the Trinity was perceived either as wrong or, at best, as useless orthodoxy (Holmes, 2012: 2). Doktrin trinitarian modern ini meng-copy format Pengakuan Iman Rasuli yang disusun oleh bapa-bapa gereja pada abad ke-4. Mereka merekonstruksi Allah Tritunggal dengan imajinasi mereka yang subyektif. Kita perlu kritis terhadap doktrin trinitarian modern ini, apakah pasal-pasal dalam doktrin ini secara keseluruhan sesuai dengan Alkitab yang harus dipahami secara utuh atau hanya didukung oleh ayat-ayat tertentu Alkitab untuk menopang imajinasi penyusunnya.
Kita perlu mencermati doktrin trinitarian apakah Pribadi tertentu dalam Allah Tritunggal dikonstruksi sedemikian rupa sehingga kita diperkenalkan dengan pribadi baru yang berbeda dengan kesaksian Alkitab. Karena ada teolog yang medorong untuk mengkonstruksi Yesus dengan berbagai wajah/image (to construct multiple images of hybrid Jesus/Christ) agar relevan dengan teologi modern. Yesus harus ditemukan secara baru sesuai dengan perubahan zaman. Doktrin trinitarian modern ini bisa berbeda dengan doktrin trinitarian ortodoksi yang kita kenal selama ini. Simon Chan menulis,
Since an inadequate trinitarian theology engenders problems in Christian sprituality, it needs to be emphasized again that the doctrine of the Trinity is not about the threeness of God per se but about the mystery of the God who is both one and yet three, both a God-in-himself and a God-for-us in his trinitarian existence (1998: 45)
Bisa terjadi doktrin trinitarian modern ini hanya menekankan dimensi sosial dimana kesederajatan Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus semata-mata dijadikan model kebersamaan dalam bermasyarakat. Penekanan trInitarian modern berfokus pada Pribadi-Pribadi yang dilepaskan dari konteks keesaan (oneness) dapat mendistorsi pernyataan/wahyu Allah – Satu Allah dalam tiga Pribadi. Allah yang satu adalah Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Simon Chan mengingatkan,
Viewing modern trinitarian thinking from a global context, it is clear that its tendency to deemphasize or even deny monotheism and to formulate the relationship of the persons consciously or unconciously according to egalitarian principles creates as much of a problem as it solves (1998: 45)
Dalam Pengakuan Iman Rasuli yang diikrarkan setiap minggu, betapa sentralnya Allah Anak atau Yesus Kristus. Hanya 1 pasal mengenai Allah Bapa dan 1 pasal mengenai Roh Kudus. Tetapi ada 6 pasal berbicara mengenai Allah Anak yaitu pasal 2 sampai 7. Apakah pengenalan kita akan Allah Anak tidak cukup sehingga perlu untuk “to construct multiple images of hybrid Jesus/Christ” seperti yang diusulkan teolog modern dalam kaitannya merekonstruksi trinitarian modern? Sedangkan Pegangan Ajaran GKI Mengenai Alkitab menegaskan, “Kesaksian Alkitab mengenai Allah ini cukup dan menjadi ukuran (kanon) bagi iman kita.” (BPMS GKI: 345). Pdt. Eka mengingatkan,
Yesus adalah segala-galanya dan kunci dari seluruh kepercayaan orang Kristen. Mengapa saya katakan “kunci”? Karena orang bisa mempercayai banyak hal, tetapi kalau ia tidak percaya bahwa Yesus itu Tuhan dan Juruselamat, ia bukan Kristen. Kekristenan seseorang pertama-tama ditentukan oleh itu – bukan oleh apakah ia orang baik, tidak ditentukan oleh apa ia saleh atau dermawan – tetapi apakah ia percaya bahwa Yesus itu Tuhan dan Juruselamat atau tidak! (2005c: 16).
Apa perlunya bagi kita untuk “to construct multiple images of hybrid Jesus/Christ” jika kita meyakini Yesus itu Tuhan dan Juruselamat dunia? Kecuali jika kita tidak percaya Yesus itu Tuhan dan Juruselamat dunia. Pengakuan Iman GKI, Pasal 3, Tata Dasar, Tata Gereja GKI mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia, Sumber kebenaran dan hidup. Dengan demikian sebagai jemaat GKI tak perlu latah untuk “construct multiple images of hybrid Jesus/Christ” yang merupakan Pribadi kedua dalam doktrin Trinitas.
Doktrin trinitas modern yang tidak bersumber pada Alkitab dapat menghancurkan doktrin tradisional ortodoksi sedemikian rupa sehingga kita tidak mengenal wujud doktrin yang semestinya. Dengan alasan kebangkitan/pembaharuan “trinitas”, secara metodologi dan substansi, doktrin trinitarian yang merupakan karya intelektualitas yang brilliant dapat menyimpang jauh dari doktrin trinitas tradisional.
“I argue that the explosion of theological work claiming to recapture the doctrine of the Trinity that we have witnessed in recent decades in fact misunderstands and distorts the traditional doctrine so badly that it is unrecognizable. A statement of the doctrine was settled in the fourth century, and was then maintained, with only very minor disagreement or development, by all strands of the church – West and East, Protestant and Catholic – until the modern period. In the twentieth century, there arose a sense that the doctrine had been neglected or lost, and stood in need of recovery. Many brilliant works have been published in the name of that recovery, but I argue here that, methodologically and materially, they are generally through going departure from the older tradition, rather than revivals of it (Holmes, 2012: xv,xvi).
Bagaimana sikap kita terhadap teologi, dogma, doktrin, ajaran modern? Kita tak perlu alergi terhadap teologi, dogma, doktrin, ajaran modern sejauh rumusan tersebut mempunyai dasar/fondasi Alkitab yang harus dipahami secara utuh. Alkitab mempunyai kewibawaan tertinggi (BPMS GKI, 2009: 348). Bagi kita Alkitab bersifat primer sedangkan segala teologi, doktrin, dogma, ajaran bersifat sekunder karena Alkitab sebagai dasar/fondasi utama dalam teologi, doktrin, dogma dan ajaran. Alkitab yang memiliki kewibawaan tertinggi harus mengkoreksi dan menghakimi seluruh teologi, dogma, doktrin dan ajaran bukan sebaliknya. Jangan biarkan doktrin trinitarian modern yang tidak memiliki fondasi dalam Alkitab mengkoreksi dan menghakimi Alkitab.
Jangan ijinkan rasio, pikiran, intelektualitas, tradisi, pengalaman kita merekonstruksi Allah Tritunggal. Pernyataan/wahyu Allah dalam Alkitab sudah cukup bagi kita untuk mengenal Allah Tritunggal. Alkitab adalah kunci bagi kita dalam berteologi. Edmund Chan mengingatkan,
Divine revelation is therefore the key to theology. It is centered upon the idea of the self-disclosure of God. Thus, neither reason nor tradition nor experience is an adequate foundation for thinking aright about God; for unless God reveals Himself, our human faculties fail us most miserably. The canonical Scriptures, the agent of divine revelation, are the true and God-appointed foundation for faith and theological reflection (2014:159)
Alkitab harus menjadi titik tolak serta rujukan utama kita dalam menghakimi dan mengkritisi teologi modern. Kita jangan terpedaya oleh ajaran teolog yang melenceng. Kita harus bersikap kritis untuk menyelidiki pengajaran teolog tersebut dengan menggunakan tolak ukur Alkitab. Bagaimana kita tahu kalau ia menambah-nambah atau mengurangi firman Tuhan? Tidak ada jalan lain. Anda sendiri harus akrab bergaul dengan Firman Tuhan. Harus mempelajari firman Tuhan (Darmaputera, 2005b: 63).
Komitmen terhadap ortodoksi (teologi, dogma, doktrin, ajaran yang bersumber dari Alkitab) sangat penting. Sejalan dengan Simon Chan, Edmund Chan dan Holmes, Pdt. Eka menekankan pentingnya komitmen tersebut.
Kepedulian utama ortodoksi an sich adalah seperangkat prinsip kebenaran yang pasti, baku, dan resmi. Dan karena itu tidak boleh diganggu gugat . . . Komitmen terhadap ortodoksi tentu saja penting. Tuhan memuji jemaat Efesus karena ini. Tuhan membenci gereja yang “jorok” dalam hal ajaran . . . mengimani spekulasi serta teori rekaan sendiri, bukan lagi kebenaran firman Tuhan (2001: 43).
Penyimpangan terhadap ortodoksi bagi Pdt. Eka Darmaputera adalah hal yang mengerikan. Ironisnya gejala yang mengerikan ini telah mengharu-birukan gereja-gereja kita di Indonesia. Waspadalah! . . . beliau mengingatkan kita. Jika dibiarkan doktrin yang salah serta ajaran yang sesat adalah pencemaran, penistaan, serta penghujatan yang serius terhadap kekudusan nama Tuhan (2005a:56).
Dafar Pustaka
- Adiprasetya, Joas. 2013. The Imaginative Glimpse: The Trinity and Multiple Religious Participations. Pickwick Publications, USA.
- BPMS GKI. 2009. Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia. PT. Adhitya Andrebina Agung, Jakarta.. Chan, Simon. 1998. Spritual Theology: A Systematic Study of the Christian Life. Inter Varsity Press, USA.
- Chan, Edmund. 2014. Mentoring Paradigm: Reflection on Mentoring, Leadership and Discipleship. Covenant Evangelical Church, Singapore.
- Darmaputera, Eka. 2001. Dengarlah Yang Dikatakan Roh. Gloria Cyber Ministry, Yogyakarta.
- Darmaputera, Eka. 2005a. Tuhan, Ajarlah Kami Berdoa. Gloria Graffa, Yogyakarta.
- Darmaputera, Eka. 2005b. Iman dan Tantangan Zaman: Khotbah-Khotbah Tentang Menyikapi Isu-Isu Aktual Masa Kini. PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta.
- Darmaputera, Eka. 2005c. Menyembah dalam Roh Kebenaran: Khotbah-khotbah tentang Kehidupan Beribadah dan Bergereja yang Kontekstual. PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta.
- Holmes, Stephen R. 2012. The Quest for The Trinity: The Doctrine of God in Scripture, History and Modernity, Inter Varsity Press, USA