[ Penulis: Benedictus Leonardus. Editor: David Tobing. ]

“Apakah kebenaran itu?” demikian pertanyaan Pilatus kepada Yesus Kristus digedung pengadilan. 2.000 tahun telah berlalu, jika pertanyaan yang sama ditujukan kepada kita khususnya Jemaat GKI, Apa jawab kita? Mengapa pertanyaan tersebut penting untuk direnungkan?

Ketika kita berbicara tentang pelayanan, kita berbicara mengenai “kebenaran.” Kita mewartakan kebenaran. Kita juga melakukan kebenaran. Etika dan moral tidak dapat dipisahkan dari pelayanan. Menurut Trull dan Carter, kebenaran dan menjadi benar adalah kunci dalam pelayanan dan etika pelayanan. Mewartakan Alkitab berkaitan dengan kebenaran. Kita diberikan mandat untuk mengabarkan Injil. Kita harus menyaksikan kebenaran dengan perilaku yang berintegritas. Inilah yang disebut komitmen moral.

Truth – which includes both truthfulness and being true – is the key both to ministry and the ethics of ministry. Ministers of the gospel have something to be true to. We have a message to proclaim that is given to us, we do not make it up ourselves, and we are to witness to that truth faitfully and with integrity. This is a moral commitment (Trull and Carter, 2010: 101)

Tuhan Yesus Kristus adalah kebenaran itu sendiri. Yohanes 14:16, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa, jika tidak melalui Aku.” Yohanes 14:6 adalah inti dari iman Kristiani sebagaimana diungkapkan oleh Joseph Cardinal Ratzinger yang kelak menjadi Paus yang menggantikan Paus Yohanes Paulus II dalam bukunya Truth and Tolerance: Christian Belief and World Religion, “I am trhe way, and the truth, and the life”: this saying of Jesus from the Gospel of John (14:6) expresses the basic claim of the Christian faith (Ratzinger, 2004: 184). Yesus memproklamirkan diriNya: Akulah satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup. Inilah dasar/inti iman Kristiani.

Kristus adalah sumber kebenaran yang memberi jalan dan memberi hidup. Manusia tidak bisa hidup tanpa kebenaran. Gerejapun tidak bisa hidup tanpa kebenaran. Gereja harus mengakui kebenaran ini yang merupakan inti iman Kristiani. Inti iman Kristiani ini diakui oleh GKI sebagaimana tercantum dalam Pengakuan Iman GKI yang terdapat pada Tata Gereja, Tata Dasar, Pasal 3:

  1. GKI mengaku imannya bahwa Yesus Kristus adalah:
    1. Tuhan dan Juru Selamat dunia, Sumber kebenaran dan hidup
    2. Kepala Gereja, yang mendirikan gereja dan yang memanggil gereja untuk hidup dalam iman dan misinya.
  2. GKI mengaku imannya bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja.

Bagi GKI, Yesus Kristus adalah kebenaran bahkan sumber kebenaran itu sendiri. Yesus Kristus yang kita imani adalah Yesus Kristus yang disaksikan oleh Alkitab. Diatas kebenaran inilah GKI berdiri. Sumber kebenaran itu sendiri yaitu Yesus Kristus yang menjadi Kepala Gereja GKI.

Kondisi saat ini dengan kondisi 2.000 tahun yang lalu hampir sama, ada saja pihak-pihak tertentu yang menggugat kebenaran ini. Pertanyaan Pilatus kepada Yesus Kritus “apakah kebenaran itu?” masih relevan di dunia ini dengan kultur relativismenya yang menolak kebenaran absolut. Bahkan kebenaran ditolak oleh mereka yang sebenarnya tahu kebenaran itu sendiri.

Jika kita berbicara mengenai kebenaran akan memicu konflik. Yesus Kristus ditangkap, disiksa, diadili, mati di kayu salib karena kebenaran. Karena kebenaran ada pada diri Yesus sehingga Dia harus disingkirkan. Yesus di hukum mati bukan karena Ia bersalah tetapi dihukum mati kerena kebenaran itu sendiri. Para pemimpin agama saat itu tidak dapat menerima kebenaran. Bahkan Yudas yang menjadi murid Yesus dan dididik langsung oleh Yesus selama 3 tahun, tidak percaya pada Sumber kebenaran. Yudas mengkianati dan menjual Yesus seharga 30 keping perak.

Identik dengan Yudas, saat ini pun ada sebagian dari mereka yang telah belajar teologi dan mengerti kebenaran justru menolak Sumber kebenaran itu. Mereka menolak Kristus yang disaksikan Alkitab. Saat inipun berbagai upaya terus dilakukan untuk mendekonstruksi Yesus yang disaksikan Alkitab dengan merekonstruksi kembali berbagai wajah Kristus berdasarkan sumber lain diluar Alkitab. Akankah kita menjual Yesus kembali seperti yang dilakukan Yudas dan menyalibkan Yesus karena menolak kebenaran yang disaksikan Alkitab?

Bagaimana kita harus menyikapi kebenaran agar tidak terombang ambing dalam kebenaran yang palsu dan menyesatkan? Pdt. Eka Darmaputera menyampaikan nasehat yang demikian,

“Yesus Kristus adalah “sumber kebenaran dan hidup.” Apa maknanya? Artinya: bagi GKI, sumber kebenaran dan sumber hidup itu adalah Yesus kristus, dan hanya Yesus Kristus saja . . . Yesus Kristus pula yang menjadi tolak ukur untuk menilai apakah suatu ajaran itu benar atau salah!” (Darmaputera, 2004: 26)

Secara etika dan moralitas, kita harus mengukur setiap ajaran dengan tolak ukur sumber kebenaran itu sendiri yaitu Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah tolak ukur untuk mengukur apakah suatu ajaran itu benar atau salah. Ajaran gereja yang bertentangan atau tidak diturunkan dari sumber kebenaran yaitu Yesus Kristus harus kita tolak. Harus ada keselarasan semua ajaran dengan kebenaran yang sesungguhnya dengan mengacu kepada kehidupan, pelayanan dan ajaran Yesus Kristus. This alignment needs to start with finding, the foundation by which all truths must be judged – the true truth, which is found in Jesus’s life, work and teachings (Lindsley, 2007: 21).

Kita mendapatkan kebenaran hanya dalam Kristus dan FirmanNya. Kita harus masuk dalam kebenaranNya dan konsisten berpegang pada ajaranNya. We have the truth in Christ and His Word. Christians continue to hold to the Word – the teachings of their Lord. He is the truth. We gain access to His truth by believing in Him then holding to His Teaching (MacArthur, 2015: 97)

Kita harus percaya bahwa Yesus Kristus menderita sengsara, diadili dan mati di kayu salib untuk menebus dosa kita. Yesus menggantikan kita yang seharusnya mati di kayu salib. Karya keselamatan Yesus dikayu salib telah membawa kita kembali kepada Bapa. Tuhan Yesus dan kebenaranNya tidak akan berubah sepanjang zaman. Karena Tuhan Yesus tetap sama kemarin, hari ini, dan selamanya (Ibr. 13:8).

Demikian pula sebagai jemaat GKI, Pengakuan Iman GKI yang terdapat pada Tata Gereja, Tata Dasar, Pasal 3 menjadi tolak ukur/patokan etika dan moralitas untuk menilai ajaran itu salah atau benar serta tindakan apakah berpedoman pada etika.


Dafar Pustaka

  1. BPMS GKI. 2009. Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia. PT. Adhitya Andrebina Agung, Jakarta.
  2. Darmaputera, Eka. 2004. “Identitas GKI” dalam Hodos, No.45 – 2004. Kelompok Kerja Pembinaan GKI Jabar, GKI Bekasi Timur, Jakarta.
  3. Lindsley, Art. 2007. True Truth: Defending Absolute Truth in a Relativistic World. InterVersity Press, USA.
  4. MacArthur, John. 2015. Why Believe the Bible?. Baker Book, Grand Rapids, USA.
  5. Ratzinger, Joseph Cardinal. 2004. Truth and Tolerance: Christian Belief and World Religions. Ignatius Press, San Fransisco, USA.
  6. Senjaya, 2004. Kepemimpinan Kristen: Menjadi Pemimpin Kristen yang Efektif di Tengah Tantangan Arus Zaman. Kairos, Yogyakarta.
  7. Trull, Joe E and Carter, James E. 2010. Ministerial Ethics: Moral Formation for Church Leaders. Baker Academic, Grand Rapids, USA.
  8. Turknett, Robert L and Turknett, Carolyn N. 2012. Decent People Decent Company: How to Lead with Character at Work and in Life, Davies Black Publishing, California, USA.